Mekanisme Pembahasan HAM

 



Piagam PBB ialah dimana lahirnya Deklarasi Universal HAM (selanjutnya

disebut DUHAM) yang merupakan bentuk konfirmasi dari HAM sebagal tujuan yang ingin

dicapai oleh Piagam PBB.

Berdasar Piagam PBB terdapat dua mekanisme HAM  yaitu:

1. Charter based mechanism yaitu mekanisme pembahasan isu HAM di dalam

persidangan intergovernmental berdasarkan pada Piagam PBB, Deklarasi Universal

HAM, dan Deklarasi dan Program Aksi Wina. Tidak ada pembatasan mengenai isu

HAM yang dibahas di bawah charter-based mechanism. Mekanisme ini terdiri dari

persidangan mengenai HAM di Komite II dan III Majelis Umum PBB, Persidangan

Dewan HAM, Universal Periodic Review (UPR), dan Special Procedure Mandate

Holders (SPMH);

2. Treaty based mechanism yaitu mekanisme HAM yang membahas perkembangan implementasi instrumen pokok HAM internasional melalui UN treaty bodies/Badanbadan Traktat PBB. Mekanisme ini dijalankan oleh masing-masing negara pihak instrumen pokok HAM internasional sesuai dengan konvensi yang telah diratifikasinya.

Penjelasan kedua mekanisme ini sebagaimana disebutkan diatas, ialah:

1. Charter Based

Dalam charter based terdapat beberapa lembaga  dengan penjabaran sebagai berikut:

a. Komite III Majelis Umum PBB

 Pada Komite III Majelis Umum PBB, Indonesia terus memainkan peran konstruktif

dan kontributif-nya yang telah mendapat pengakuan internasional secara luas. Indonesia

terus menjadi bagian penting dalam berbagai prakarsa isu-isu HAM tematik, seperti

pada isu kebebasan beragama, kebebasan berekspresi dan berkumpul, upaya menuju

ratifikasi universal Konvensi Anti Penyiksaan (Convention Against Torture Initiatives),

HeforShe global campaign, penghapusan kekerasan seksual dalam konflik serta

pemajuan berbagai hak ekonomi, sosial dan budaya; dan dalam penyusunan standar dan

norma baru di bidang HAM misalnya mengenai Bisnis dan HAM, HAM dan Korupsi,

serta HAM dan Internet


b. Dewan HAM PBB

 Sebagai salah satu upaya untuk memperkuat upaya pemajuan dan perlindungan

HAM global, Sidang Majelis Umum PBB ke-60 melalui resolusi 60/251 tanggal 15

Maret 2006 telah membentuk Dewan HAM (DHAM) yang beranggotakan 47 negara.

Badan subsider Majelis Umum PBB tersebut telah menggantikan Komisi HAM yang

dianggap penuh dengan politisasi dan standar ganda.

 Selama ini, Indonesia sudah 3 (tiga) kali terpilih sebagai anggota Dewan HAM

yaitu untuk periode 2007-2010, 2011-2014 (perolehan suara 184), dan 2015-2017

(perolehan suara 152), setelah sebelumnya menjadi anggota awal Dewan HAM

(founding member) pada periode 2006-2007. Pada 2019, Indonesia kembali

mencalonkan diri untuk menjadi anggota Dewan HAM periode 2020-2022. 

 Sebagai anggota Dewan HAM, Indonesia telah menunjukkan peran dan memberikan kontribusi yang besar bagi upaya pemajuan dan perlindungan HAM di tingkat global. Indonesia bersama kelompok negara-negara sehaluan telah berupayamenegakkan kiprah DHAM yang selaras dengan resolusi MU-PBB 60/251, khususnya prinsip-prinsip DUHAM sebagai forum antar-pemerintah; keseimbangan hak sipol danekososbud; dialog dan kerja sama internasional; universalitas, objektivitas, nonselectivity; serta penghilangan standar ganda dan politisasi.

c. Universal Periodic Review

 Universal Periodic Review (UPR) merupakan suatu peer review mechanism untuk

mengkaji secara berkala situasi dan upaya pemenuhan kewajiban setiap negara anggota

PBB dalam pemajuan, pemenuhan, dan perlindungan HAM. Mekanisme UPR merupakan sebuah mekanisme inovatif di mana seluruh negara anggota PBB tanpa perkecualian dan didasari atas informasi yang objektif dan dapat dipercaya, melaksanakan pelaporan mengenai pemenuhan kewajiban dan komitmen HAM masingmasing negara.

 Indonesia memegang teguh prinsip kerja sama dan dialog yang tulus serta penguatan

kapasitas negara untuk menjalankan kewajiban HAM-nya. 

Hingga 2019, Indonesia telah menjalani 3 (tiga) siklus UPR yaitu pada tahun 2008 di mana Indonesia menjadisatu dari 16 negara paling pertama yang melakukan pelaporan di bawah mekanisme UPR; tahun 2012; dan tahun 2017.


d. Special Procedure Mandate Holders

SPMH adalah pakar (atau sekelompok pakar) independen yang ditunjuk oleh

Dewan HAM PBB untuk memberikan laporan dan masukan kepada DHAM terkait kondisi pelaksanaan tema-tema HAM tertentu maupun kondisi HAM di negara tertentu. Dalam rangka menjalankan fungsinya, SPMH antara lain melakukan pengamatan langsung melalui kunjungan ke negara (country visit); kajian tematis; dan menyelenggarakan konsultasi dengan para pakar, advokasi, dan pihak terkait lainnya.

 Sebagai implementasi komitmennya untuk bekerjasama dengan mekanisme HAM internasional, Indonesia telah menerima country visit kunjungan berbagai SPMH PBB.

Dalam kurun waktu 2015-2019, Pemerintah Indonesia telah menerima kunjungan dari  SPMH Dewan HAM PBB yaitu Special Rapporteur on the Right to Health (2017) dan Special Rapporteur on the Right to Food (2018). 

Sejak tahun 1999, Indonesia telah menerima kunjungan dari 11 (sebelas) SPMH Dewan HAM PBB. Atas undangan Pemerintah Indonesia, Komisaris Tinggi HAM PBB (Mr. Zeid Ra'ad Al Hussein) juga telah melakukan kunjungan ke Indonesia pada tanggal 4 – 7 Februari 2018.


2. Treaty Based

 Indonesia telah menjadi negara pihak 8 instrumen pokok dan 2 instrumen tambahan Hak Asasi Manusia (HAM) internasional PBB. Ratifikasi dimaksud memberikan kewajiban bagi Indonesia untuk menyampaikan laporan periodik terkait implementasi instrumen HAM tersebut di tingkat nasional.

 Dalam kurun waktu 2010-2019, Indonesia telah melalui proses penyusunan dan pembahasan laporan implementasi instrumen HAM internasional di mana Indonesia menjadi Negara Pihak, meliputi:

- Komite Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan PBB (CEDAW), New York, 11 Juli 2012.

- Komite Hak Sipil dan Politik PBB (CCPR), Jenewa, 10-11 Juli 2013.

- Komite Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya PBB (CESCR), Jenewa, 30 April-1 Mei 2014.

- Komite Hak Anak PBB (CRC), Jenewa, 5 Juni 2014;

- Komite Pekerja Migran (CMW), Jenewa, 5-6 September 2017

 Berbagai laporan dan rekomendasi yang disampaikan Komite kepada Pemerintah

Indonesia telah dimasukkan ke dalam Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) dan

dikompilasikan dalam bentuk buku untuk keperluan sosialisasi dan rujukan bagi

pemangku kepentingan nasional di masa mendatang.

 Dimana PBB saat ini terdiri dari 185 negara anggota, yang semuanya milik Majelis

Umum. Majelis Umum mengontrol keuangan PBB, membuat rekomendasi yang tidak

mengikat, dan mengawasi serta memilih anggota organ PBB lainnya. Majelis Umumlah

yang pada akhirnya memberikan suara untuk mengadopsi deklarasi dan konvensi hak

asasi manusia, yang juga disebut perjanjian atau perjanjian. Misalnya, pada tahun 1948

ketika Komisi Hak Asasi Manusia PBB telah menyelesaikan draf Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia, Majelis Umum memutuskan untuk mengadopsi dokumen tersebut.


Komentar