Ketaatan Terhadap Hukum Internasional

 





Hukum Internasional merupakan hukum yang mengatur tentang publik dari subyek Internasional yang kesemuanya memang berasal dari masyarakat Internasional. Masyarakat internasional yang diatur oleh hukum internasional adalah suatu tertib hukum koordinasi dari sejumlah negara-negara yang masing-masing merdeka dan berdaulat. Dalam hukum internasional, hubungan yang ada bersifat koordinasi (kerjasama), mengingat negara-negara di dunia sama derajatnya, bukan bersifat subordinasi layaknya hukum nasional. 


Hakekat Hukum Internasional

Austin : Menyatakan bahwa hukum internasional belum dapat dikatakan sebagai hukum, tetapi sekedar positif morality saja, hukum harus memenuhi dua unsur yaitu ada badan legislatif pembentuk aturan dan aturan tersebut dapat dipaksakan dan juga mengabaikan hukum yang yang hidup dalam masyarakat, yang keberadaannya tidak ditentukan oleh adanya badan yang berwenang (badan legislatif) atau penguasa seperti hukum adat atau hukum kebiasaan.

Oppenheim : Hukum yang sesungguhnya , ada tiga syarat yang harus dipenuhi untuk dikatakan sebagai hukum yaitu adanya aturan hukum, adanya masyarakat, serta adanya jaminan pelaksanaan dari luar (external power) atas aturan tersebut.


Masyarakat internasional menerima dan mengakui HI sebagai hukum?

Dixon : 

1. HI banyak dipraktekkan atau diterapkan oleh pejabat-pejabat luar negeri, pegawai asing (foreign offices), pengadilan nasional, dan organisasi-organisasi internasional;

2. Negara-negara yang melanggar hukum internasional dalam praktek tidak mengatakan bahwa mereka melanggar hukum karena HI tidak mengikat mereka. Negara-negara tersebut senantiasa mencari argumen hk untuk menjustifikasi apa yang mereka lakukan;

3) Mayoritas negara mematuhi hukum internasional;

4) Adanya lembaga-lembaga penyelesaian hukum seperti arbitrase dan berbagai pengadilan internasional yang senantiasa menggunakan argumentasi-argumentasi hukum udalam penyelesaikan sengketa;

5) HI dapat diterima dan diadaptasi ke dalam hukum nasional negara-negara. Tidak ada satu negarapun  membuat hukum nasionalnya tanpa melihat kaedah HI yang ada;

Kesimpulannya adalah bahwa Hakikat hukum internasional adalah sebagai hukum yang sesungguhnya. Jumlah pelanggaran yang terjadi jauh lebih kecil daripada ketaatan yang ada.


Dasar Kekuatan Mengikat Hukum Internasional dapat dilihat dari sisi filsafat ilmu hukum. Filsafat hukum mengungkapkan beberapa teori sebagai berikut:

a. Ancient and primitive international law :

Hukum alam adalah aliran pemikiran semi teologis, selalu merujuk pada hukum yang lebih tinggi yang datangnya dari Tuhan. Hukum Internasioal dianggap datang dari Tuhan sehingga berlaku untuk seluruh manusia. Hukum Internasional mengikat karena hukum ini merupakan bagian dari hukum alam yang diterapkan pada masyarakat bangsa-bangsa. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa negara-negara mau terikat pada HI karena hubungan-hubungan mereka diatur oleh hukum yang lebih tinggi yaitu hukum alam.

b. Traditional international law

Hukum internasional dipandang sebagai kesepakatan antara banyak pemegang kedaulatan atau negara. Hukum berkembang melalui praktek kebiasaan negara-negara yang melahirkan kewajiban hukum (legal obligation) yang disebut opinio jurissive necessitas. Negara sebagai pemegang kedaulatan adalah aktor utama dalam hubungan internasional. Prinsip utama yang berlaku adalah prinsip teritorial dan otonomi negara.

Menurut John Austin: Faktor yang mendorong negara taat pada hukum internasional adalah adanya berbagai kekawatiran yang muncul dari dalam negara itu sendiri seperti kekawatiran dipandang sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa yang tidak baik, kekhawatiran dipandang sebagai menjadi provokator untuk kausus kejahatan internasional serta kekhawatiran munculnya perusuh - perusuh juga kekhawatiran ancaman gangguan terhadap ketertiban dunia. 


Terdapat 4 kelompok pemikiran utama tentang ketaatan :

1. Austinian Positivistic Realistic

Mengemukakan bahwa negara tidak pernah taat pada hukum internasional karena hukum internasional bukan hukum yang sesungguhnya (really law). 

2. Hobbessian Utilitarian

mengakui bahwa ketaatan akan muncul jika negara punya kepentingan (self interest) dengan aturan dan pemberlakuannya.

3. Liberal Kantian Liberal Kantian

menyatakan bahwa pada umumnya negara akan taat pada HI karena dipandu oleh sense of moral dan ethical obligation yang berasal dari pemikiran hukum alam dan keadilan.

4. Bentham 

mengemukakan bahwa insentif bagi negara untuk taat juga dorongan negara-negara lain menyebabkan negara menjadi taat pada hukum internasional


Menurut aliran hukum positif, dasar kekuatan mengikatnya HI adalah adanya kehendak negara. Meskipun aliran ini lebih konrit dari hukum alam, tetapi masih ada kekurangan. Yaitu tidak semua HI memperoleh kekuatan mengikat karena adanya kehendak negara, tetapi justri banyak aturan HI yang berstatus sebagai hukum kebiasaan atau sudah menjadi prinsip umum sebeum suatu negara lahir. Sehingga mau tidak mau  jika ada negara baru secara otomatis terikat pada aturan internasional tersebut.

Chayeses; bahwa ketidaktaatan disebabkan ketidakjelasan ketentuan-ketentuan dalam perjanjian yang menimbulkan multitafsir (ambiguity), ketidakpastian (indeterminacy),  berbagai pembatasan yang dilakukan perjanjian yang menjadikan negara peserta kesulitan untuk melaksanakan kewajibannya.

Dixon; beliau menyatakan bahwa ketidaktaatatan yang terjadi dalam praktek hubungan internasional lebih sering dikarenakan ketidakjelasan dalam sumber hukum internasional itu sendiri sehingga menimbulkan multitafsir daripada kesengajaan negara untuk melanggar hukum internasional.

Terdapat 2 solusi, yakni : 

a. enforcement mechanism :

Menerapkan banyak sanksi seperti sanksi ekonomi, sanksi keanggotaan sampai ke sanksi unilateral. Terhadap mekanisme pertama ini Chayes berhasil menyimpulkan bahwa penerapan mekanisme ini tidak efektif, membutuhkan biaya tinggi, dapat menimbulkan masalah legitimasi dan justru banyak menemui kegagalan. 

b. management model :

Melalui model kerjasama dalam ketaatan, yaitu melalui proses interaksi , discourse and persuasion. Kedaulatan tidak lagi bisa ditafsirkan bebas dari intervensi eksternal, tetapi kebebasan untuk melakukan hubungan internasional sebagai anggota masyarakat internasional atau otonomi pemerintahan. Dengan demikian kedaulatan yang baru (the new sovereignty) tidak hanya terdiri dari kontrol wilayah atau otonomi pemerintah tetapi juga pengakuan status sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa

Ketaatan pada hukum internaisonal tidak lagi semata karena takut akan sanksi tetapi lebih pada kekhawatiran hilangnya reputasi sebagai anggota masyarakat bangsa-bangsa yang baik. Meskipun demikian tidak menutpi pula bahwa faktor seperti ketakutan akan sanksi, faktor psikologis, juga takut kehilangan berbagai keuntungan dalam hubungan internasional, rasa solidaritas dan legitimasi juga berpengaruh pada ketaatan.



*dari berbagai sumber

Komentar