Guru yang Berguru

 


Saya adalah seorang ibu dan guru. Guru di kampus  dan di rumah. I'm fulltimer teachther (teacher-mother). Saya mengajari dua jagoan saya hal-hal dasar. Makan sendiri, minum sendiri, komunikasi dan pelajaran sekolah mereka. Nggak semua. Apalagi si kakak minatnya di bidang matematika. Dia terlalu eksakta untuk emaknya yang A tiga. 😓

Perjalanan waktu saya mendapati mereka sudah nggak sepasrah dulu lagi. Sudah susah kalau diminta melakukan sesuatu, misalnya diminta potong rambut, mandi susah, cuci piring atau njemur, pokoknya susah. Belum lagi kalau pake marah. Trus saling tunjuk yang biasanya berakhir dengan air mata adiknya (halah). Biasanya kalau udh begitu saya akan lebih marah karena udah nggak mau, pakai acara cari gara-gara segala.

Dulu, kalau saya marah, mereka diam. 

Sekarang, si kakak suka jawab, apalagi kalau ada statement saya yang salah. Wih habis dah.

Awal-awal kakak mulai jawab, saya minta dia diam. Semakin dia jawab semakin saya kenceng paksa dia diam. Dia akhirnya diam sih, tapi entah kenapa frekuensi dia membantah jadi makin sering. Dari yang tadinya seminggu sekali, seminggu dua kali, dua hari sekali sampai sehari bisa berkali-kali.

Saya berpikir banyak di setiap kami menyelesaikan perdebatan. Nggak bisa kayak gini terus. Tapi nggak nemu jawaban harus gimana.

Saya termasuk orang yang percaya bahwa masing-masing anak itu unik. Treatment nya juga harus berbeda. Sehingga ilmu-ilmu parenting yang menggeneralisir sikap anak nggak begitu bisa terapkan. 

Sampai ada satu waktu, saya ngobrol sama anak-anak. Saya katakan bahwa saya maklum kakak marah-marah karena kakak lagi pubertas sehingga rasanya badan nggak enak jadinya. 

Di luar perkiraan, kakak meng-iya-kan! Malah akhirnya dia bilang gini "mama inget kan dulu kak Nia (sepupunya) juga sering marah-marah sama mika (ibunya)? Aku sepertinya juga kayak kak Nia, aku lagi pubertas, jadi mama jangan ikut marah. Nanti juga marahku ilang. Tenang aja ma.."

Wih, nggak nyangka saya dia bilang gitu. Alhamdullillah.. Karena buat saya ini adalah pintu masuk untuk bisa dipakai setiap saat dia males atau marah.. 

Sekarang kalau dia lagi males atau marah saya suka bilang "pasti pengaruh pubertas ni kakak sampe nggak mau ngerjain apa-apa. Bawaannya marah-marah terus ke mama. Ya udah nggakpapa, mama tunggu deh sampe kakak udah enak badannya. Jangan lama-lama ya.." 😁

Biasanya setelah itu nggak lama dia berdiri mengerjakan yang saya minta.

Setelah hari itu sampe sekarang komunikasi kami menjadi enak. Dia sudah bisa protes tanpa saya marah. Dia sudah bisa marah tanpa lama. Yaa ada sih yang lama tapi cuma sekali dalam seminggu misalnya. Kemajuan banget sih ini kalau lihat sebelumnya seperti apa.

Ini ilmu baru untuk saya, bahwa usia sekakak sudah bisa diajak bicara secara dewasa dengan pemilihan kalimat dan cara yang tepat.

Sekarang situasi sudah kondusif, satu yang saya pegang bahwa walaupun nggak langsung dijalankan setidaknya si kakak sudah bersedia mengabulkan permintaan. Saya yang harus belajar memperlebar toleransi, ada batas minimal maksimal yang harus ditetapkan untuk meminimalisir berselisih.

Dari kakak juga saya belajar cara memotivasi, menanamkan nilai tentang mengusahakan kemenangan, menerima kekalahan dan nilai hidup lainnya.

Tujuan saya satu: kakak harus lebih baik dari orangtuanya, dari kerjaan, keilmuan hingga perasaan. Dia harus jadi anak yang assertif, yang komunikatif dan supportif. 

"besarkan anakmu sesuai dengan jamannya". Itu terus yang terngiang di benak saya setiap saya ingin ketat menjalankan apa yang saya terima dari orangtua saya waktu kecil dulu. Dulu orangtua saya nggak bisa dibantah, orangtua saya nggak bisa diajak komunikasi seperti teman diskusi untuk hal-hal pribadi. Perasaan ni ya, saya dulu banyak dilarangnya. Begitu gede jadi banyak takutnya.. entah ada hubungannya atau nggak 😅  \

Saya berguru dari kakak caranya tegas. Kakak itu ya kalau nggak mau, ya nggak mau. Harus pinter cari cara supaya dia bisa mempertimbangkan penolakannya. 

Saya berguru dari dia juga, mau seberapa banyak hal yang nggak sesuai dengan ekspektasinya dia cuma harus menerima tapi nggak perlu sedih terlalu lama.

Ah pokoknya saya bersyukurlah, gara-gara berguru ke kakak, ilmu hidup saya nambah.

Semoga Allah SWT mengijabah doa kami untuk kamu ya kak.. 

Buat adek, be ready,  you are next.. 😎



  

   


 

Komentar