Buku vs Youtube

 



Saya yakin bukan cuma saya yang merasa anak sekarang susah banget diminta baca buku. Ini sebenarnya adalah tahap kedua. Kesulitan tahap pertamanya adalah 'melepaskan' tangan mereka dari gadget.

Memang, setelah ada gadget sepertinya dunia di genggaman mereka. Informasi apapun bisa didapatkan melalui gadget mereka. "Nggak perlu susah-susah bayangin, karena di youtube selalu ada yang nggambarin", mungkin itu yang ada di benak mereka.

Kami sekeluarga punya preferensi tontonan yang berbeda. Kakak dan adek minat tontonannya juga berbeda. Kalau kakak suka banget nonton Selen dan binatang-binatang buas peliharaannya Youtuber terkenal, kalau adek sangaaat tertarik tentang Uni Soviet, Nazi dan Perang Dunia. Saya bisa tahu dari  daftar tontonan mereka dan dari obrolan mereka. 

Kebetulan anak-anak suka cerita kalau di mobil atau lagi makan. Kakak suka cerita tentang macan putih yang dipelihara Youtuber sudah bisa apa, seberapa besarnya, gimana serunya diajak main dan sisi unik masing-masing binatang. Kalau adeknya suka sekali bercerita tentang kenapa Hitler bunuh diri, kenapa Uni Sovyet pecah, kenapa orang Jepang ada yang mau jadi Kamikaze daan banyak lagi. Yang jadi masalah, di akhir cerita selalu ada pertanyaan buat saya. Rasanya seperti  ujian semester. wkwkwk

Yang aneh, antusiasme mereka saat nonton youtube nggak keluar waktu saya minta mereka baca buku. Kami punya buku kuno tentang PD II, semua cerita komplit dengan gambar nyata nggak berhasil membuat adek tertarik untuk baca.

Si kakak juga begitu, ditawarin buku apapun rasanya susaaah untuk menikmati kegiatan membaca, kalau diajak baca pasti berakhirnya dengan menggambar. Memang dia hobi menggambar. 

Ohya, buku yang saya maksud bukan buku pelajaran ya, kalau buku pelajaran alhamdullillah nggak ada masalah.

Sebagai generasi lama, saya selalu terngiang kalimat "orang yang sukses pasti suka baca buku". Itu membebani banget lho, terutama menghadapi anak-anak yang nggak merasa harus baca buku.

Saya sudah lakukan beberapa cara, mulai dari 'menggoda' mereka dengan membelikan beberapa buku dan komik yang menarik sampai dengan memaksa mereka menyempatkan baca 30 menit aja setiap harinya. Sejauh ini yang agak berhasil adalah cara pertama. Kambing Jantan-nya Raditya Dika dan seri komik si Juki berhasil buat mereka bahas buku itu sambil ketawa-ketawa. Tapi udah, gitu aja.. 

Menariknya, lama-lama saya sadar satu hal: wawasan mereka dalam beberapa hal lebih bagus dari saya. Si kakak sekarang tahu bagaimana hal spesifik tentang binatang, apa uniknya macan putih, bagaimana beberapa binatang mempertahankan dirinya ketika diserang dan banyak hal menarik lainnya.

Kalau adek tentang semua yang berhubungan dengan negara-negara pemenang dan yang menjadi korban perang dunia. Dia bahkan yang bisa menjelaskan lebih dahulu kenapa Russia-Ukraina berseteru. 

Mereka 'hanya' dapatkan itu dari gadget mereka, yang mostly berasal dari Youtube.

Kata yangkungnya, yang dibahas adek adalah fakta yang terjadi di perang dunia, yang juga bisa kita baca dari buku yang ada.

Yangkungnya kaget karena adek sudah diajak diskusi secara terbuka tentang dunia, artinya bahasannya nggak terbatas tapi anehnya adek tetap nyambung, malah ada beberapa istilah yang dia lebih tahu daripada yangkungnya.

Nah, dilema kan?  PR saya jadi tambah berat, karena bagaimanapun saya harus tetap membuat mereka mencari ilmu dari buku. Tapi masalahnya, apa masih harus begitu? 😖  

Apa mungkin saat ini posisi buku sama dengan Youtube ya?

Lagi-lagi kalimat "didiklah anakmu sesuai jamannya" yang menahan saya untuk berkeras memaksa mereka melepaskan gadgetnya.

Saya tetap berharap mereka akan suka baca buku karena semua orang yang sukses konon suka baca buku. Tapi kadang buku nggak se-detil tayangan-tayangan Youtube. Keahlian mereka mencari informasi membuat tayangan-tayangan yang  mereka tonton seperti puzzle yang saling melengkapi.

Dan akhirnya, anak-anaklah yang justru menyadarkan sekaligus memberikan tantangan orang tuanya satu keahlian yang harus dikuasai : bahwa orangtua juga harus mampu beradaptasi.





 

Komentar