Perlindungan Nasabah Bank di Ranah Internet

 




Perkembangan pelayanan jasa-jasa perbankan semakin berkembang seiring dengan pertumbuhan teknologi informasi yang semakin cepat. Masalah keamanan sistem perbankan tidak hanya untuk kepentingan nasabah tetapi juga untuk kepentingan bank itu sendiri maupun industri perbankan secara keseluruhan. Namun demikian, masalah keamanan bertransaksi serta perlindungan nasabah menjadi perhatian tersendiri untuk pengembangan teknologi elektronik di Indonesia.

Bentuk kejahatan dari masalah keamanan tersebut berkembang, mulai yang dikenal umum seperti; Hacking, Cracking, Carding hingga yang lebih spesifik; Probe (usaha untuk memperoleh akses ke dalam suatu sistem), Scan (Probe dalam jumlah besar), Account Compromize (penggunaan account secara illegal); Root Compromize (account compromize dengan previlege bagi si penyusup); Danial Of Service atau DOS (membuat jaringan tidak berfungsi karena kebanjiran traffic) penyalahgunaan Domain Name, dan lain-lain.

Indonesia telah memiliki peraturan perundangan yang terkait dengan pelindungan nasabah bank :Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 yang diubah menjadi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 mengubah/ menggantikan/ menambah beberapa pasal dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992.

Salah satu pelaksanaan kegiatan perbankan dalam memberikan pelayanan kepada nasabah dengan cara konvensional ataupun melalui media elektronik salah satunya Internet Banking. Internet Banking merupakan suatu bentuk pemanfaatan media internet oleh bank untuk mempromosikan dan sekaligus melakukan transaksi secara online, baik dari produk yang sifatnya konvensional maupun yang baru. Khusus berkenaan dengan konsep internet banking, terdapat hal serius yang harus dicermati yaitu mengenai privacy atau keamanan data nasabah. Hal ini dikarenakan karakteristik layanan internet banking yang rawan akan aspek perlindungan data pribadi nasabahnya. Ketentuan yang dapat dipergunakan untuk menetapkan dan memberikan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam penyelenggaraan layanan internet banking dapat dicermati pada Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Perbankan yang menyatakan bahwa untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbul resiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan oleh bank. Hal tersebut diatur mengingat bank dengan dana dari masyarakat yang disimpan pada bank atas dasar kepercayaan. Apabila dikaitkan dengan permasalahan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah, semestinya dalam penyelenggara layanan perbankan pun penerapan aturan ini penting untuk dilaksanakan.

Masalah keamanan bertransaksi serta perlindungan nasabah menjadi perhatian tersendiri untuk pengembangan media internet ke depan, terutama karena tidak adanya kepastian hukum bagi nasabah bank. Penerapan aturan tidak hanya dilakukan ketika diminta, namun bank harus secara pro aktif juga memberikan informasi-informasi sehubungan dengan risiko kerugian atas pemanfaatan layanan perbankan secara elektronik oleh nasabah mereka. Selanjutnya, ketentuan lain dalam Undang-Undang Perbankan adalah ketentuan Pasal 40 ayat (1) dan (2), Bank diwajibkan untuk merahasiakan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42 Pasal 43 dan Pasal 44. Prinsip kerahasian bank pada ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan secara optimal terhadap perlindungan hukum atas data pribadi nasabah dalam penyelenggara layanan perbankan lewat media elektronik. Hal ini dikarenakan perlindungan hukum atas data pribadi nasabah yang ada pada ketentuan tersebut terbatas hanya pada data yang disimpan dan dikumpul oleh bank, padahal data nasabah di dalam penyelenggara layanan tersebut tidak hanya data yang disimpan dan dikumpulkan tetapi termasuk data yang ditransfer oleh pihak nasabah dari tempat komputer dimana nasabah melakukan transaksi.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen juga diperlukan untuk melindungi konsumen dalam hal ini adalah nasabah bank. Aturan tersebut berupa Pembentukan Undang-undang Perlindungan Konsumen mempunyai maksud untuk memberikan perlindungan kepada nasabah bank menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen selanjutnya disebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Perlindungan Konsumen mempunyai upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen sekaligus dapat meletakan konsumen dalam kedudukan yang seimbang dengan pelaku usaha. Konsumen dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Konsumen disini yang dimaksudkan adalah “Pengguna Akhir (end user)” dari suatu produk yaitu setiap orang pemakaian barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan

Dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28D Ayat (1) menyatakan bahwa, “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.” Pasal tersebut pada dasarnya memberikan landasan konstitusional bagi perlindungan hukum konsumen di Indonesia, karena dalam ketentuan itu secara jelas dinyatakan bahwa menjadi hak setiap orang untuk memperoleh keamanan dan perlindungan. Payung hukum yang dijadikan perlindungan bagi konsumen dalam hal ini nasabah bank yaitu Undang-Undang Perlindungan Konsumen, sedangkan aturan perundang-undangan lainnya yaitu Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang ITE sebagai pendukung payung hukum yang sudah ada.

Hukum berfungsi sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Jadi perlindungan hukum merupakan perlindungan yang diberikan oleh hukum maupun undang-undang untuk melindungi kepentingan manusia agar dapat berlangsung normal, tentram dan damai.

Masalah kedudukan yang seimbang secara jelas dan tegas terdapat dalam Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, kesimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum. Dengan berlakunya Undang-Undang Perlindungan Konsumen, memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa perbankan. Oleh karena itu bank dalam memberikan layanan kepada nasabah dituntut untuk:

1.      Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;

2.      Memberikan informasi yang benar dan jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan jasa yang diberikannya;

3.      Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;

4.      Menjamin kegiatan usaha perbankan berdasarkan ketentuan standar perbankan yang berlaku dan beberapa aspek lainnya. Hak-hak konsumen untuk memperoleh keamanan, kenyamanan, dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, serta hak untuk memperoleh ganti rugi.

                             Dalam Pasal 4 huruf a Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan tentang hak konsumen atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa. Menjadi tanggung jawab pihak bank sebagai penyedia jasa, bahkan bank akan memberikan yang terbaik dalam pelayanannya kepada nasabah dan konsumen pengguna berhak mendapatkan fasilitas terbaik terutama berkaitan dengan keamanan nasabah. Bank sebagai pelaku usaha berusaha mematuhinya dengan menerapkan sistem keamanan berlapis seperti yang telah dikemukakan diatas, namun pengamanan yang ada sepertinya masih kurang, hingga menyebabkan terjadinya kerugian yang diderita oleh nasabah. Undang-Undang telah berusaha sebaik mungkin mengatur tentang ketentuan-ketentuan yang melindungi kepentingan konsumen, namun faktor lain menyebabkan tidak dapat terwujudnya aturan diatas. Pasal ini merupakan bentuk perlindungan preventif, untuk mencegah terjadinya kerugian bagi konsumen. Diharapakan dengan mengetahui hak-haknya konsumen tidak mudah tertipu dan mengalami kerugian terus-menerus. Pasal 4 huruf d, berisi tentang “hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan konsumen untuk dapat menyampaikan kekurangan-kekurangan dari pelayanan jasa internet banking yang diberikan oleh bank. Sebagai timbal baliknya pihak bank berkewajiban mendengarkan pendapat dan keluhan dari pihak konsumennya. Meskipun disemua bank mayoritas sudah melakukannya melalui layanan customer services, tetapi seharusnya bank dapat lebih serius lagi menanggapi keluhan penggunaan layanan perbankan terutama dengan media elektronik apalagi jika sampai ada yang dirugikan, dengan cara meningkatkan sistem keamanan bank tersebut dan terus memperbarui Risk Technology yang dipunyai. Pasal 4 huruf h, tentang hak konsumen untuk mendapatkan kompensasi dan/atau ganti rugi bila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya jo pasal 19 Ayat (1) dan Ayat (2) yang juga berisi tentang kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi .kedua pasal ini hanya dapat diterapkan jika memang telah terjadi wanprestasi (cedera janji) antara para pihak berdasarkan perjanjian yang telah disepakati bersama berdasarkan salah satu asas umum perjanjian, yakni asas kebebasan berkontrak Pasal 1338 KUHPerdata. Sedangkan dalam permasalahan ini, nasabah diharuskan menyetujui perjanjian baku yang dituangkan kedalam syarat dan ketentuan berlaku pada formulir aplikasi pengguna internet banking, dan media elektronik perbankan lainnya yang menimbulkan ketimpangan kedudukan antara para pihak. Nasabah tidak dapat mengajukan ketentuan apa yang menjadi keinginannya, sedangkan bank dapat mengajukan ketentuan apa yang menjadi keinginannya, termasuk ketentuan yang dapat merugikan nasabah. Pasal 7 huruf f, berisi tentang kewajiban pelaku usaha untuk memberikan ganti rugi akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

Sebenarnya dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini sudah cukup baik, apalagi dengan pengulangan isi pasal yang hampir sama sampai dua kali. Sedangkan menurut Pasal 4 huruf h pada undang-undang yang sama, dapat menuntut ganti rugi jika tidak sesuai dengan perjanjian yang tidak sesuai dengan perjanjian atau sebagaimana mestinya. Dalam Pasal 26 Undang-Undang Perlindungan Konsumen mengenai pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/ atau garansi yang disepakati dan/ atau yang diperjanjikan. Seperti iklan yang disebutkan dalam setiap promosi bank penyedia layanan perbankan, bahwa kelebihan penggunaan jasa ini salah satunya, yaitu keamanan. Meski pada kenyataannya keamanan yang diberikan bank masih dapat dibobol dengan berbagai cara. Ini menunjukan kewajiban keamanan yang diberikan oleh bank masih belum terpenuhi dengan baik. Penerapan sanksi-sanksi dalam perlindungan hukum yang bersifat respresif juga diperlukan untuk membuat jera para pelanggar peraturan. Bentuk perlindungan hukum ini, dapat dilihat dari Pasal 60 sampai dengan pasal 63 dalam aturan Perundang-undangan Perlindungan Konsumen yang menyebutkan tentang sanksi-sanksi yang dikenakan untuk pelanggaran beberapa pasal. Sanksi-sanksi tersebut berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. Sedangkan sanksi secara perdata adalah berupa pemberian ganti rugi kepada nasabah yang dirugikan. Dalam undang-undang ini, hanya beberapa pasal saja yang dapat dikenai sanksi pidana atau administratif. Setidaknya tetap dapat disebutkan sanksi hukum yang dapat dikenakan, berupa surat peringatan pengumuman penurunan nama baik-baik atau denda sebagai pemberi sanksi ringan yang dapat membuat jera para pelaku usaha untuk tidak merugikan konsumennya.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE) merupakan salah satu bentuk implementasi dari yuridiksi untuk menetapkan hukum (yuridiction to enforce) terhadap tindak pidana cyber berdasarkan hukum pidana Indonesia. Undang-Undang ITE merupakan Undang-Undang yang dibentuk khusus untuk mengatur berbagai aktivitas manusia dibidang teknologi informasi dan komunikasi termasuk beberapa tindak pidana yang dikategorikan tindak pidana cyber. Namun demikian berdasarkan luas lingkup dan kategori tindak pidana cyber, disamping Undang-Undang ITE peraturan perundang-undangan lainnya juga secara eksplisit atau implisit mengatur tindak pidana cyber.

Kriminalisasi tindak pidana cyber dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia memiliki implikasi terhadap upaya pemberantas tindak pidana cyber. Undang-undang ITE dinilai telah cukup mampu mengatur permasalahan-permasalahan hukum dari sistem elektronik perbankan sebagai salah satu layanan perbankan yang merupakan wujud perkembangan teknologi informasi. Kendala seperti aspek teknologi dan aspek hukum bukan lagi menjadi faktor penghambat perkembangan teknologi elektronik perbankan di Indonesia.

 Dalam pasal-pasal Undang-Undang ITE terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai transaksi dengan media Internet. Setiap penyelenggara sistem elektronik diwajibkan untuk menyediakan sistem elektronik secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya sistem elektronik sebagaimana mestinya. “Andal” artinya sistem elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. “Aman” artinya sistem elektronik terlindungi secara fisik maupun non fisik. “Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya sistem elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya. Selain itu, penyelenggaraan sistem elektroniknya “bertanggung jawab” artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum terhadap penyelenggaraan sistem elektronik tersebut. Namun demikian ketentuan tersebut tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/ atau kelalaian pihak pengguna sistem elektronik.

Keberadaan Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik mengikat dan diakui sebagai alat bukti yang sah untuk memberikan kepastian hukum terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik, terutama dalam pembuktian dan hal yang berkaitan dengan perbuatan hukum yang dilakukan melalui Sistem Elektronik. Di dalam Undang-Undang ITE juga mengatur bahwa sepanjang tidak ditentukan lain oleh Undang-undang tersendiri, setiap penyelenggara sistem elektronik wajib mengoperasikan sistem elektronik yang memenuhi persyaratan minimum sebagai berikut:

1.      Dapat menampilkan kembali informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

2.      Dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan dan keteraksesan informasi elektronik dalam penyelenggaran sistem elektronik tersebut.

3.      Dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam penyelenggaraan sistem elektronik.

4.      Dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa, informasi atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan penyelenggaraan sistem elektronik.

5.      Memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan dan kebertanggung-jawaban prosedur atau produk.

            Selain itu juga perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-Undang ITE dalam hal perlindungan data pribadi, berhubungan dengan hak pribadi nasabah (privasi), menurut Pasal 26 menyatakan bahwa kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan.

Perkembangan teknologi informasi saat ini memungkinkan bahwa keamanan privasi data pribadi nasabah yang menggunakan layanan perbankan melalui media internet kurang terjamin. Hal ini dikarenakan masih banyak kelemahan dalam mengantisipasi berbagai pelanggaran atau penyalah gunaan dari media internet yang berdampak kerugian berbagai pihak. 

Pasal 43 ayat (6) Undang-Undang ITE menyatakan bahwa penangkapan dan penahanan terhadap pelaku tindak pidana di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi atau sandi lewat (password).

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi dalam hal perlindungan hukum atas data pribadi nasabah terdapat ketentuan Pasal 22 Undang-undang Telekomunikasi yang menyatakan bahwa: “Setiap orang yang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, dan tidak sah, atau memanipulasi: mengakses komputer dan/ atau Sistem Elektronik milik orang lain dengan cara apapun. Pasal 30 Ayat (2) Undang-Undang Telekomunikasi menyatakan bahwa, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/ atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan memperoleh informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik.”

Pasal 30 Ayat (3) Undang-Undang Telekomunikasi menerangkan bahwa; “Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan/ atau sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos, melampaui, atau menjebol sistem keamanan.” Pasal 33 menyatakan bahwa, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat terganggunya sistem elektronik dan/ atau mengakibatkan sistem elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.”

Perkembangan teknologi informasi kian pesat, terjadi disegala bidang, termasuk di bidang perbankan. Kegiatan perbankan dapat dilakukan melalui media elektronik, salah satunya melalui internet. Maka munculah istilah Internet Banking yang saluran jaringannya digunakan untuk memberikan layanan perbankan seperti membuka rekening, transfer dan pembayaran online. Dalam menjalankan kegiatan electronic banking (e-banking) wajib menerapkan manajemen risiko pada aktivitas layanannya secara efektif. Perlindungan yang diberikan oleh bank sangat penting untuk menimbulkan kepercayaan dan kenyaman nasabah. Karena resiko yang ditimbulkan dalam layanan ini sangat tinggi, ada kemungkinan nasabah menderita kerugian karena disadap oleh hacker/cracker yang mampu menembus firewall atau memasuki website yang memiliki nama domain yang hampir sama. Untuk itu beberapa hal penting yang sudah diterapkan oleh bank dalam rangka melakukan perlindungan kepada nasabahnya, di antaranya yaitu Perlindungan hukum terhadap nasabah pengguna layanan internet dan media elektronik lainnya yang diberikan oleh pihak bank dari segi keamanan teknologi sudah maksimal dan juga memenuhi aspek-aspek confidentially, integrity, authentication, availability, access control, dan nonrepudiation karena sekarang rata-rata bank semuanya dalam transaksi yang dilakukan lewat media internet juga lebih dilindungi. Pengaman tambahan untuk melakukan transaksi finansial lewat media Internet berfungsi untuk mengeluarkan dinamyc password (PIN Dinamis), yaitu PIN yang selalu berubah dan hanya dapat digunakan satu kali untuk tiap transaksi finansial yang dilakukan. PIN Dinamis tersebut (disebut juga sebagai PIN) digunakan sebagai otentikasi transaksi pada saat nasabah melakukan transaksi melalui Internet. Dengan fasilitas ini, rekening Anda tidak mungkin disalah-gunakan meskipun informasi yang Anda masukkan telah tertangkap oleh keylogger.

Untuk menjaga komitmen jaminan keamanan dan kerahasiaan data pribadi, keuangan dan transaksi Nasabah Bank melalui salah satunya Internet Banking menggunakan beberapa sistem yang melindungi informasi rekening dan data nasabah, antara lain:

1.    User ID dan PIN (Personal Identification Number), merupakan kode rahasia dan kewenangan penggunaan yang diberikan kepada nasabah, yaitu setiap kali login ke Internet Banking, nasabah harus memasukkan user ID dan PIN, dan untuk transaksi yang bersifat finansial, nasabah harus memasukkan kembali PIN untuk menghindari penyalahgunaan oleh orang lain saat komputer ditinggalkan dalam keadaan terhubung dengan Internet Banking.

2.    Automatic log out, jika tidak ada tindakan yang dilakukan lebih dari 10 menit, Internet Banking secara otomatis akan mengakhiri dan kembali ke menu utama

3.    SSL 128-bit encryption, seluruh data di Internet Banking Mandiri 30 Token PIN Mandiri, dikirimkan melalui protocol Secure Socket Layer (SSL), yaitu suatu standar pengiriman data rahasia melalui internet. Protocol SSL ini akan mengacak data yang dikirimkan menjadi kode-kode rahasia dengan menggunakan 128- bit encryption, yang artinya terdapat 2 pangkat 128 kombinasi angka kunci, tetapi hanya satu kombinasi yang dapat membuka kode-kode tersebut.

4.    Firewall, untuk membatasi dan menjamin hanya Nasabah yang mempunyai akses untuk dapat masuk ke sistem Internet Banking.

Perlindungan dari segi hukum yang paling efektif yaitu yang terdapat pada "syarat dan ketentuan internet banking", karena di dalam syarat dan ketentuan tersebut mengandung unsur hak dan kewajiban para pihak, khususnya pihak bank dan pihak nasabah. Akan tetapi syarat dan ketentuan tersebut merupakan perjanjian standar yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha/ pihak bank, sehingga lebih banyak mengutamakan kewajiban-kewajiban nasabah dan hak-hak bank daripada hak-hak nasabah dan kewajiban-kewajiban bank itu sendiri. Biasanya syarat dan ketentuan ini terdapat dalam halaman website bank ataupun buku panduan yang diberikan oleh bank dalam penggunaan layanan internet perbankan.

Perlindungan dalam kebijakan privasi terkait dengan semua transaksi perbankan dan informasi rekening lainya disimpan secara rahasia sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Hanya orang tertentu yang berhak untuk mengakses informasi tersebut untuk digunakan sebagaimana mestinya dalam hal ini pihak bank akan selalu mengingatkan karyawan akan pentingnya menjaga kerahasian data nasabah. Bank tidak akan memperlihatkan/ menjual data tersebut kepada pihak ketiga. Sedangkan dari segi tanggung jawab pihak bank sebagai pihak penyelenggara layanan internet perbankan membebankan kepada nasabah agar lebih meningkatkan kewaspadaan dan ketelitian dalam menggunakan layanan tersebut. Bila terjadi hal-hal yang mencurigakan atau dianggap akan menimbulkan bahaya cybercrime dalam media penggunaan internet perbankan, maka nasabah dapat memberitahukan ke bank bersangkutan melalui call center (layanan 24 jam) yang tersedia ataupun bisa langsung mengajukan atau menyampaikan pengaduan secara tertulis ke Customer Services bank yang bersangkutan.

Adapun kompensasi yang diberikan oleh bank kepada nasabah adalah pemberian ganti rugi materiil sesuai kerugian yang dialami nasabah apabila telah tercapai kesepakatan antara nasabah dan pihak bank, mereka akan mengecek terlebih dahulu setiap instruksi transaksi dari nasabah yang tersimpan pada pusat data dalam bentuk apapun, namun tidak terbatas pada catatan, tape/ cartridge, print out komputer/ perangkat. Komunikasi yang dikirimkan secara elektronik antara bank dan nasabah, merupakan alat bukti yang sah, kecuali nasabah dapat membuktikan sebaliknya

Kemajuan teknologi hendaknya harus diimbangi dengan ketatnya pengawasan. Semakin canggih kemajuan teknologi membutuhkan perangkat hukum yang semakin tegas. Mengingat bank memiliki fungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan dana masyarakat maka kepercayaan menjadi faktor penting dalam hubungan bank dengan nasabahnya.

Apabila dibutuhkan jauh lebih baik dibentuk lembaga cyber crime khusus kasus perbankan karena tindak kejahatan dalam dunia cyber membutuhkan penanganan yang tidak mudah.



Barda Nawawi Arief, Strategi Penanggulangan Kejahatan Telematika, Semarang, Universitas Atma Jaya Yogyakarta, 2010, halaman 56

Sudino Mertokusumo dan A. Pitlo, “Bab-bab Tentang Penemuan Hukum”, cet. I, PT. Citra Aditya Bakti, 1993, halaman 1.

INTERNET BANKING DI INDONESIA, Direktorat Penelitan dan Pengaturan Perbankan Bank Indonesia


Courtesy of:

Fera Singal, S.H., M. Brilian Cholifah Okta Lorenza, S.H., Santi Devita, S.H., Siti Nurlani, S.H.


Komentar